Ternyata Brondol Sawit Penyebabnya!

Inovasi memang selalu tiada henti. Semakin banyak orang asing (warga yang tak dikenal, maksudnya) di sekitar kita sedikit banyak akan berpengaruh dalam kehidupan kita. 

Daerah kami memang bagi sebagian orang yang hobinya mancing menjadi sesuatu banget. Di samping pemandangan hijau yang termpar luas, udara yang sejuk tentu saja menjadi kekhasan tersendiri. 

Piknik yang menghasilkan pasti. Sebuah desa di mana sungai mengular membelah di tengah desa  menjadikan para pemancing betah berlama-lama. 

Jika ingin minum dan makan jika tak membawa bekal dari rumah, banyak warung-warung sederhana menawarkan aneka minuman dingin dan masakan sederhana desa. Dengan harga murah tentunya.

Tak mengherankan ketika banyak warga yang berada di luar desa datang dan mancing di desa ini. Desa Bekarangan, mungkin tak ada di google map. Desa kecil yang sebagian besar penduduknya berprofesi sebagai nelayan. 

Sebenarnya bukan sungai besar, hanya anak sungai tepatnya. Akan surut dan terputus-putus genangan airnya begitu musim kemarau datang. Namun begitu air mengisi sungai, sungguh banyak ikan yang mudik di sungai ini.

Apa kaitannya dengan brondol sawit?

Para pemancing dari daerah sekitar desa ini sudah maklum, untuk mancing ikan brek (monto, puyau, wader, dll) dan ikan putihan (bersisik putih) sebelum melempar umpan maka spot terlebih dahulu diletakkan kepala bakar yang diikat lalu di masukkan dalam air.

Pada saat bilah pancangnya bergerak-gerak berarti ikan sudah berkumpul dan siap dipanen. Tinggal lempar umpan, angkat dan dapat. Jadi tak mengherankan ketika dalam waktu setengah hari ikan satu termos nasi ukuran sedang penuh terisi ikan. 

Karena ikan brek termasuk yang cepat busuk, para pemancinya mengakali dengan membawa termos nasi yang dimodifikasi menkadi termos ikan. Tinggal dimasukkan es batu, kajilah tempat ikan yang aman dan segar selama setengah hari. Sehingga pada saat sampai di rumah ikan masih sangat segar.

Benar yang saya katakan di awal tadi. Inovasi memang tiada henti. Begitu orang asing (warga dari luar desa) datang mereka tentu saja membawa inovasi baru, dalam hal ini tidak meletakkan umpan sebagai pemancing ikan datang menggunakan kelapa dibakar. Melainkan membawa brondol sawit. 

Padahal pohon sawit begitu banyak disekitar rumah warga desa, tapi mereka tidak terpikir untuk menggunakannya sebagai pemancing ikan berkumpul. 

Warga hanya terheran-heran, mengapa orang asing tersebut mancing dapat ikannya selalu besar-besar dan banyak. Padahal durasi mancingnya tidak terlalu lama. Paling sekitaran dua hingga tiga jam, namun termos nasi besar rata-rata penuh dengan ikan. 

Rupa-rupanya tanpa disadari, nun jauh di hulu sungai banyak pohon sawit yang tumbuh di sekitar sungai. Jadi begitu buah sawit jatuh ke sungai akan dimakan ikan. 

Oleh karena itu ikan sudah terbiasa makan brondol sawit. Ikan tidak terbiasa makan kelapa bakar, mengingat sudah hampir tidak ada lagi kelapa yang tumbuh di pinggir sungai. 

Nah, ketika ada warga yang mengetahui kegunaan brondol sawit ternyata sangat ampun memancing ikan untuk berkumpul, bukan lagi digunakann sebagai pemancing ikan berkumpul untuk dipancingi. 

Brondol sawit digunakan untuk memancing ikan mengumpulkanya dalam sebuah 'dari'. Persis bagan jika di tengah laut.

Caranya, jaring rapat dibuat persegi seukuran 12 × 4 meter dihamparkan di pinggir sungai dengan di bagian bawahnya diberi pemberat. Pada ujung hilirnya dibiarkan terendam untuk pintu masuk ikan. Di tempat inilah brondol sawit diletakkan. 

Setelah dibiarkan beberapa hari dengan tak lupa mengisi bagian tengah 'dari' dengan ranting-ranting pohon dan setiap hari ditaburi dedak untuk lebih menambahkan daya tariknya pada ikan. Maka 'dari' pun diangkat. 

Ikan yang didapat tidak hanya satu termos kecil atau sedang, bahkan termos besar. Ikan yang berhasil masuk dan terperangkap di 'dari' sudah masuk dalam hitungan karung. Sebuah inovasi yang menghasilkan tentunya. 

Karena semakin banyak warga yang meniru, otomatis jumlah ikan di sungai pun berkurang. 

Namanya juga invovasi pasti tiada henti!

Merasa brondol sawt tidak lagi menghasilkan ikan. Bukan karena brondolnya tidak ampuh, melainkan memang ikannya berkurang. 

Lagi-lagi orang asing punya inovasi baru. Brondol sawit memang masih dilempar ke sungai untuk memancing ikan berkumpul, tapi kali ini bukan ikan brek yang ingin mereka pancing melainkan ikan toman. 

Logikannya, ketika ikan brek sudah sepi maka ikan toman yang makanan aslinya adalah ikan brek akan mengejar di mana ikan berkumpul. Mereka kemudian menggunakan kesempatan untuk mancing ikan toman dengan cara dasaran. 

Hasilnya tentu saja sangat mengagumkan. Memang sih, pada saat tertentu ketika air sungai pertama kali surut setelah dalam atau banjir arus sangat deras. 

Mancing ikan toman menggunakan teknik casting lebih unggul dibanding teknik dasaran. Namun ketika sungai sudah surut dan arus hampir tidak ada, ikan toman sudah tak mau makan umpan palsu.

Dan lagi-lagi, teknik mengumpulkan ikan toman dengan cara memanggil ikan-ikan kecil kemudian ikan tomannya dipancing diketahui warga desa. Jadilah inovasi berkembang dan menyebar. 

Begitulah! Ternyata hadirnya orang asing (warga tak dikenal dar luar desa tetap saja sedikit banyak menambah hasanah pengetahuan dan pengalaman baru. 

Walau tak sedikit juga yang menularkan kejelekan seperti ada yang diam-diam mengangkat dan mengambil ikan yang ada dalam wuwu milik warga. Ada juga yang membawa alat setrum ikan, jadi ketika malam-malam beraksilah mereka diam-diam. Edan memang! Hiks hiks hiks..

Sumber gambar: Quora.com

Komentar