Tentang Mimpi dan Lupa Seperti Gema

Apa hukuman bagi orang yang lupa? Bukankah lupa tak bisa disengaja. Kecuali sengaja melupakan diri. Nyatanya lupa sudah menjadi kepura-puraan dan tradisi. Hingga dalam sebuah persidangan, lupa jadi jawaban paling mudah diucapkan. Bagaimana kalau lupa benar-benar terjadi?

Saat bermimpi, adegan apa pun menjadi sebuah peristiwa yang dilalui. Dan pada saat bangun, yang terjadi hanya bagian kecil dari ilusi. 

Kompas.com menyebut, Hipotesis bahwa mimpi memiliki hubungan dengan kehidupan nyata pernah dilayangkan oleh Sigmund Freud pada awal abad ke-20. Freud menyebut fenomena ini sebagai day residues (sisa-sisa hari).

Para peneliti dari The Swansea University Sleep Lab di Inggris mencapai titik terang dengan menemukan bahwa intesitas emosional dari pengalaman ketika bangun dapat dihubungkan dengan intensitas aktivitas ketika mimpi, dan konten yang diimpikannya.

Bangun dari mimpi, menjadi kebalikan dari peristiwa terjadinya mimpi karena residues yang telah dilalui. Apa yang terjadi dalam mimpi akan lenyap perlahan. Sebagian orang hanya merasa telah bermimpi. Namun detail mimpi tak tergambar jelas ketika diminta mengulang menceritakannya. 

Para ahli menemukan bahwa mimpi disebabkan oleh sebuah unsur kimia yang dikeluarkan oleh otak bernama Dimethyltryptam (DMT). Zat ini kemudian bisa diproduksi secara sintetis (buatan) di dalam laboratorium. 

Ketika zat ini disuntikkan, orang kemudian akan mengalami mimpi, halusinasi, bahkan kehilangan kontak dengan realita. Zat ini kemudian disebut dengan nama “The Dream Drug”. (Bombastis.com)

Seperti halnya mimpi, pada saat kita mendengar batin berkata-kata. Tak seorang pun mendengar penolakan, penerimaan, dan pertimbangan yang terjadi dalam batin, karena tak ada alat untuk mendengarnya. 

Bahkan jika kita sendiri mendengarkannya dengan seksama sekali pun, kita tidak akan mendengar suara batin di telinga kita. Atau, meskipun menelisik ke dalam, kita tidak akan organ dalam diri kita berkata-kata. 

Atau ketika kita sakit, dokter datang dan memerisa urat nadi. Sesungguhnya ia sedang "bertanya". Bukankah sakitnya sudah dijelaskan oleh pasien? Sedangkan detak nadi adalah jawaban. 

Seperti halnya pengujian air seni adalah sebentuk pertanyaan. Dan tanggapan sederhana akan didapati setelah hasl pengujian selesai dengan sebuah kesimpulan. 

Seorang petani, pada saat menebar benih juga sedang bertanya, "Aku ingin begini, berbuah." Tumbuhnya tunas, berdaun dua, kemudian bertambah, ada batang, ranting, dan meninggi. Pada saatnya benar-benar berbuah. Merupakan jawaban atas pertanyaan yanh telah dikemukakan. 

Seperti seorang calon pekerja yang bertanya pada managemen sebuah perusahaan, mengingat sudah tiga kali mengirimkan surat lamaran permohonan kerja. Tetap saja tak mendapat balasan. 

Orang yang merasa diabaikan itu mengeluh dan menuliskan pada berkas ajuannya, "Sudah tiga kali saya mengajukan permohonan. Ini adalah yang ke empat. Berilah jawaban agar saya tahu permohonan saja diterima atau ditolak."

Maka manajemen pun memberikan jawaban, "Apakah kau belum menyadari bahwa tidak menjawab adalah sebuah jawaban. Dan untuk menjawab pada orang yang "tolol" adalah dengan diam."

Ketika pohon yang ditanam tak tumbuh, bukankah itu sebuah penolakan? Setiap gerakan yang dibuat manusia adalah sebuah jawaban atas setiap pertanyaan. Serta apa pun yang terjadi, kesedihan, kegembiraan, semuanya adalah "jawaban".

Bagaimana dengan mimpi dan lupa? Apakah mimpi dan lupa sebuah jawaban atas setiap pertanyaan? Bukankah sudah jelas. Pada saat sidang berlangsung, jawaban "lupa" jadi penyelamat?

Bukankah dalam mimpi, kesedihan bisa berganti sebaliknya? Di mimpi tak ada yang mengenal kaya dan miskin, penguasa atau rakyat jelata, bahkan si cantik dan gagah berlaku sama dengan si buruk rupa.

Akhirnya, hanya satu yang layak dinikmati, ketika mendengar jawaban yang menggembirakan kita layak bersyukur. Ungkapan terima kasih harus sesuai dengan pertanyaan. Syukur diungkapkan dengan mengulang pertanyaan yang serupa kepada dia yang memberikan jawaban. 

Demikian juga apabila mendengar jawaban yang tidak menyenangkan, orang harus minta maaf fan tidak menanyakan pertanyaan yang sama. 

Seperti halnya mimpi dan lupa. Kita tidak mampu mengulang mimpi yang sama, serta berkata telah lupa apa yang ada dalam ingatan kita. Bagaimana pun ingin melupakannya?

Jadi, alam ini laksana gunung. Apa pun yang kita katakan atau perbuat, baik atau buruk, kita akan mendengar gema (gaung) dari gunjing itu. 

Apabila kita berdalih, "Saya telah berkata baik. tapi gunung menggemakan jahat," ketahuilah, itu tidak mungkin terjadi. Seperti halnya mimpi dan lupa. 

sumber gambar: intisari.grid.Id

Komentar