Kesenian Tradisional Mamanda Akan Segera Sirna Jika Tak Dilestarikan

Terakhir kali saya menyaksikan pertunjukan mamanda adalah ketika ada warga yang sangat kaya di desa kami sedang melaksanakan walimah perkawinan. 

Pada saat malam resepsi pernikahan, biasanya acaranya adalah organ tunggal, grup band, atau grup dangdut lengkap dengan artis lokalnya. 

Sebenarnya, apa pun pertunjukannya pengunjung tetap saja membeludak. Namanya desa, jika sudah mendengar ada suara nyaring. Masing-masing akan bertanya dengan teman-temannya. Setelahnya mereka sepakat untuk hadir menjadi penonton. 

Kurangnya hiburan di desa menyebabkan apa pun pertunjukan yang disuguhkan tetap menarik perhatian. Kadang malah bukan pertunjukannya yang dinikmati, tapi cerita mereka selepas pulang adalah kekaguman dengan banyaknya penonton yang datang.

Tak peduli yang ditonton ceramah agama, rebbana, syair-syair maulidan, wayang kulit, dan lain-lainya. Berkumpul banyak orang sudah jadi kebanggaan.

Menyikapi komen yang demikian, tentu saja tidak akan mengecewakan jika pertunjukan mamanda jadi prioritas utama. Mengingat mamanda adalah seni pertunjukan khas Kalimantan. Perjalanan sejarahnya sangat panjang. Sungguh sayang jika harus lenyap ditelan zaman.

Sekali waktu saya pernah mampir di rumah salah seorag pemusiknya. Pada kesempatan tersebut saya tanyakan mengapa mamanda lama tak ditampilkan?

Jawabannya sungguh menyengangkan, katanya ara pemainnya sudah pada tua. Sebagian besar sudah meninggal dunia. Anak-anak muda banyak yang tidak mau diajak latihan. Katanya, pertunjukan mamanda sangat tradisional. Tak menarik lagi, kalah sama sinetron televisi. 

Ia kemudian mengeluarkan musik pantingnya. Gitar penggiring ciri khas mamanda. Berdebu memang. Sambil mengepel gitar pantingnya, oa bercerita tentang masa emas pertunjukan mamanda. Tentu saja di desa kami.

Katanya, dahulu mamanda bentuk pertunjukan dengan membawakan cerita kisah-kisah raja sejak dulu telah berakar dan dirasakan sebagai milik sendiri oleh setiap masyarakat yang hidup di lingkungan tersebut. 

Lewat mananda pesan moral kepada generasi muda bisa tersampaikan dengan gampang.  Oleh karena itu, biasanya mamanda sangat disukai semua kalangan masyarakat dari orang tua sampai anak-anak.

Sekelumit tentang mamanda

Mamanda  merupakan sebuah pementasan yang menggunakan bahasa Banjar dan selalu mengisahkan rivalitas antara kebaikan dan keburukan yang dikemas dalam suasana kerajaan (Istana Sentris). 

Mamanda tidak hanya mempertunjukkan seni lakon, tapi juga memadukan antara seni tari, seni musik (tetabuhan) dan lagu (nyanyian).

Katanya, mamanda bermula dari adaptasi kesenian Badamuluk yang dibawa dan dipopulerkan rombongan bangsawan Malaka (1897 M) yang dipimpin oleh Encik Ibrahim dan isterinya Cik Hawa di Tanah Banjar yang kemudian mendapatkan sambutan hangat oleh masyarakat.

Seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh budaya Banjar, kesenian Badamuluk pun beradaptasi sedikit demi sedikit merubah gaya dan garapannya. Perubahan tersebut yang akhirnya melahirkan sebuah pertunjukan baru yaitu Mamanda.

Lewat mamanda, bahasa asli banjar sering diperagakan lagi. Ada kata-kata dalam percapakan sehari-hari yang hilang. Seperti "unda" yang artinya aku sudah jarang digunakakan lagi. "Nyawa" artinya kamu, "memanduk" artinya membakar rumput mengusir nyamuk dan seterusnya.

Satu hal yang masih berkesan hingga saat ini adalah ketoka adegan lucu. Biasanya menjelang akhir pertunjukan, seorang badut dengan pakaian kera dengan tingkah sangat lucu. Saat inilah kadang penonton terpingkal-pingkal. 

Di sela lelucuan itulah penonton paham, bahwa sudah waktunya melemparkan uang untuk memberikan bantuan buat grup mamanda tersebut. 

Uang yang diberikan memanhlg sangat berpariasi, hampir seluruh bentuk receh ada. Mulai dari seribu rupiah hingga setarus ribu. Dai dana itu mereka kumpulkan untuk perawatan peralatan yang ada. Sementara honor pertunjukan. Entahlah, ia tak pernah bercerita. Saya pun malu menanyakannya.

Kita semua, terutama warga Kalimantan khususnya Kalimantan Selatan pasti sangat menyesalkan jika mamanda lenyap dari peredatan. Jika hanya sekali setahun dipentaskan oleh lembaga kesenian daerah, lambat laun pun akan hilang, banyak yang tak lagi mengenal mamanda. 

Regenerasi sangat penting demi mamanda lestari. Intensif dari pemda sangat diharapkan guna regenerasi dan pelestarian ini. Semoga.

sumber gambar: ui.ac.id

Komentar