Seorang dokter mengobati pasien, dan bertanya pada "dokter" dalam diri pasien (setiap kita memeiliki "dokter" dalam diri kita, yaitu suasana hati dan keadaan pikiran yang memiliki kemampuan menolak atau menerima).
Dokter bertanya, "Apa yang kau makan? Makanan ringan? Makanan berat? Bagaimana tidurmu?" dan pertanyaan lainnya. Apa yang dikatakan oleh "dokter" dalam diri pasien akan menentukan kesimpulan sang dokter.
Jadi dokter seungguhnya adalah "dokter" yang ada dalam diri pasien. Yaitu suasana hati dan keadaan pikiran.
Ada kalanya "dokter" dalam diri kita melemah, suasa hati sedang kacau, banyak pikiran, dan menghadapi masalah akan berpengaruh pada kondisi fisik dan kesehatan.
Di samping itu dalam keadaan pikiran kacau, ia akan melihat sesuatu secara terbalik dan pada akhirnya akan memberikan petunjuk yang salah.
Mungkin saja akan mengatakan gula itu pahit dan cuka itu manis, bisa saja! Nah, dalam kondisi begini ia benar-benar membutuhkan dokter untuk mendapatkan pertolongan.
Hingga ketika ketemu dokter, suasana hati dan pikirannya tenang kembali. Kemudian ia akan berdiskusi dengan "dokter" dalam dirinya, lalu menerima pendapatnya.
Aku jadi teringat pada anak desa. Mereka mandi hujan-hujanan, "koceh" di lumpur. Hampir setiap hujan datang, sorakan dan teriakan bahagia bersama teman-temannya terdengar.
Lucunya, orangtua mereka membiarkan kondisi ini. Mungkin saja dahulu ketika orangtuanya masih anak-anak pun melakukan hal yang sama.
Sedikit pun tak ada dari mereka yang kemudian kena flu atau demam bekas main hujan-hujan.
Badingkan dengan anak lain. Pada saat mendung, ketika mereka bermain di teras, cepat-cepat orangtua mereka meminta masuk ke dalam rumah agar tidak terkena air hujan. Nyatanya tak sedikit yang kemudian kena imbas hujan sedikit. terus sakit.
Mitosnya mungkin dalam diri anak desa tersebut "dokter"nya berkata, "Hanya hujan! Tak akan bikin sakit. Masak anak desa takut hujan! Bagaimana nanti jika pas berada di sawah. Kalau kehujanan saja sakit."
Kedokteran bisa saja menyebut kekebalan tubuh, daya tahan tubuh. Atau para psikologi mengistilahkan dengan sugesti. Apa pun namanya, ternyata ada "dokter" dalam diri manusia yang mengetahui kondisi tubuh akan sakit atau tidak ketika terjadi sesuatu. Kebenarannya barangkali harus melalui penelitian dan kajian mendalam.
Kalau kita kaitkan dengan kondisi saat ini, di mana covid-19 yang jadi pandemi. Kita semua takut terpapar dan tertular. Lucunya ada sebagian orang yang sok kebal. Beberapa kasus menyebutkan kepercayaan dan keyakinan kebalnya mereka. Nyatanya tertular.
Jika tentang "dokter" dalam diri manusia tidak berlaku pada situasi sekarang.
Di lain pihak, tak sedikit yang mengatakan beberapa penyakit datang dimulai dari pikiran yang tidak seimbang. Seperti darah tinggi, maag, obesitas, amnesia, dan lain sebagainya bermula dari pikiran dan suasana hati hang kacau.
Berkaca dari kondisi di atas maka sebuah kepercayaan diri yang meliputi pikiran dan perasaan belum tentu menjamin akan adanya "dokter" yang kuat dalam diri kita.
Pun begitu, tetap saja memiliki fungsi hang sangat pentjng untuk memberikan jawaban apakah kita sedang sakit atau sehat.
Dalam contoh yang lain mungkin dapat kita buat perumpamaan. Ketika salah satu anggota keluarga kena flu, kemungkinan besar seluruh anggota keluarga akan tertular.
Pada saat anggota keluarga yang lain mengatakan, "Aku kuat! Pasti tidak akan tertular!" Nyatanya tetap saja tertular. Padahal kepercayaan dirinya sungguh telah dikuat-kuatkan.
Kalau disebutkan bahwa pikiran dan perasaan yang tenang dan stabil memicu imunitas tubuh. Pasti kita semua akan setuju. Kekhawatiran, ketakutan, kekacauan pikiran menjadi sarana pembunuh imunitas, kebaliannya!
Oleh karena itu berarti yang pertama kali kita rawat adalah bagaimana agar pikiran dan perasaan tenang dan seimbang? Bukankah setiap saat kita berhadapan dengan masalah. Ibaratnya, "Setiap tarikan napas, satu masalah datang!"
Bayangkan saja ketika pertama kali membuka mata di pagi hari, begitu mata terbuka masalah juga terbuka. Pasti ada saja masalah yang mengiringi. Dan masalah adalah sahabat kekacuan pikiran dan perasaan. Sama saja setiap kali membuka mata, kita mengundang "sakit".
Lantas apa yang sebaiknya harus dilakukan? Banyak pendapat mengenai apa gang harus dilakukan, namun pada kesempatan ini sedikit gambaran yang coba aku ketengahkan tentang menyikapi masalah yang tujuan akhirnya agar pikiran dan perasaan menjadi tenang.
Pertama, berserah diri. Makanya ketika pertama kali bangun tidur kita diajari untuk berdoa. Berterima kasih telah dibangunkan seperti sediakala. Tak sedikit yang ketika mereka tidur tak bangun lagi pada pagi harinya.
Pemikiran ini membuat perasaan jadi tenang dan meninggikan rasa syukur kita telah terbangun dalam keadaan sehat seperti biasa.
Ke dua, berdoa. Setiap pekerjaan yang kita lakukan akan menemui masalah. Keyakinan inilah yang perlu kita tanamkan pertama kali agar timbul kesadaran pada kehati-hatian dalam melakukan sesuatu.
Kalau dimulai dengan doa, artinya kita minta pertolongan pada Yang Maha Kuasa agar dibantu, dibimbing, dan dijaga supaya dalam melakukan kegiatan yang akan dikerjakan berhasil dan tak terkendala.
Ke tiga, berpikir positif. Kita pasti bisa! Semuanya baik-baik saja. Kekuatan keyakinan mampu melakukan sesuatu akan menjadi penopang utama percaya pada kemampuan diri. Dengan demikian tidak akan ada keraguan dan kekhawatiran untuk gagal.
Jadi kesimpulannya, pikiran dan perasaan yang sehat akan menjadikan imunitas tubuh menjadi kuat. Baik dari penyakit yang datang dari luar maupun dari dalam diri itu sendiri. Termasuk penyakit fisik dan psikis. Kuncinya, ketenangan dan keseimbangan perasaan dan pikiran.
Sumber gambar: Pixabay.com
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan membaca dan meninggalkan pesan