(2) Nita, Janda yang Jadi Maniak Karena Terpengaruh Penciumannya!


Tabiat manusia seperti ketika sekali berdusta, maka dijamin akan ada dusta baru untuk menutup dusta lama.

Demikian juga perbuatan yang menjadi kegemaran. Apalagi ada kenikmatan yang dirasakan. Tentu saja, sedikit demi sedikit akan jadi bukit. Dan tidak akan memiliki porsi yang sama.

Segelas kopi dengan takaran satu sendok teh kopi tidak akan terasa pahitnya. Lidah sudah terbiasa dengan kopi satu sendok teh. Ia akan meminta tambahan sedikit lagi agar berasa. 

Akhirnya tak terasa, dalam satu gelas kopi akan berasa kopi jika sudah berisi tiga atau empat sendok teh kopi. 

Begitulah apa yang dilakukan Nita. Tak puas adalah alasan pertamanya. Ingin selalu mendapatkan lebih dari apa yang dinikmatinya.

Memang berat jika sangat ingin, kemudian tertahan. Bayangan duduk berdekatan sambil makan di ruangan yang remang-remang. Sangat romantis pastinya. 

Ya ampun ... aku sedang apa? Jangan-jangan sedang jatuh cinta. Mengapa bisa? Apa karena aku kesepian, atau karena memang benih sayang telah tumbuh hatiku pada Friman. 

Hari ini aku mencari tempat yang paling romantis di kotaku. Untuk mengukir mimpi manis dan paling berkesan, aku harus menemukan tempat istimewa. Pada momen istimewa. Jika Firman tidak menyatakan cintanya. Aku harus berani mengutarakannya.

Salah satu pilihan adalah wisata ke pasar apung Lok Baintan. Mereka harus bangun subuh sebab pasar yang berada di Desa Lok Baintan, Kecamatan Sungai Tabuk, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.

Selama menyusuri Sungai Martapura itu, perahu itu dikangkangi beberapa jembatan yang menjadi penghubung lalu lintas di Kota Banjarmasin. Ketika melewati Jembatan Pangeran Antasari, terdengar cuitan ratusan kelelawar.

Sepanjang lintasan sungai, tepian Sungai Martapura padat dengan perumahan penduduk. Rumah-rumah itu masih banyak yang terbuat dari kayu-kayu sehingga menampilkan pemandangan yang alami. 

Di antara rumah-rumah itu, sering kulihat bangunan masjid, baik berukuran kecil maupun besar dengan menara yang menjulang tinggi.

Sungai Martapura dari rupanya tidak sekadar menjadi sarana transportasi namun juga menjadi tempat untuk mandi, mencuci pakaian, usaha perikanan keramba jaring apung, dan aktifitas lainnya seperti bermain kano.

Itu terlihat saat aku melintas di depan atau belakang rumah-rumah yang berada di tepi sungai itu. 

Bagi penduduk di tepian sungai, melihat perahu melintas sudah terbiasa, terbukti saat melintas mereka tidak terpengaruh, mereka tetap melakukan aktifitas mandi, mencuci, dan kegiatan lainnya seperti biasanya. 

Ada sesekali di antara mereka melambaikan tangan kepada penumpang perahu wisatawan.

Dalam perjalanan itu sesekali perahu yang aku tumpangi simpangan dengan perahu yang lain namun pagi itu kami lebih sering searah dengan perahu-perahu lain yang sepertinya mempunyai tujuan sama yakni pasar apung Lok Baintan.

Simpangan atau gerak searah dengan perahu yang lain membuat gelombang sungai menjadi lebih kuat. Deburan air gelombang yang tertekan berat perahu terkadang muncrat ke dalam perahu. Di sinilah petualangan itu terasa.

Sepanjang perjalanan, di sisi yang lain, selain perumahan yang padat penduduk, juga terlihat masih banyak lahan-lahan kosong. 

Terlihat ada beberapa pohon sawit yang terendam oleh arus pasang sungai. Pemandangan yang demikian aku jumpai setelah perahu semakin menjauh dari keramaian Kota Banjarmasin.

Setelah menempuh perjalanan sekitar 1 jam lebih, akhirnya pasar apung itu terlihat. Mendekati pasar tradisional itu perahu yang aku tumpangi mulai memperlambat gerak hingga akhirnya tak terasa mulai didekati bahkan ditempel oleh jukung atau sampan para pedagang.

Mereka menawarkan berbagai dagangannya seperti makanan yang terdiri nasi, sayuran masak, jajanan pasar, sayur-sayuran, pisang, jeruk, souvenir, kopi, kerajinan tangan seperti tas rotan, dan hasil kebun lainnya. Seperti yang kita jumpai di pasar-pasar tradisional di darat.

Di pasar apung itu seseorang mengatakan ada sekitar 150 sampai 200 pedagang. Jadi ada sekitar 150 sampai 200 jukung. Jumlah itu membuat separuh sungai terasa padat sehingga antara jukung dengan perahu pembeli dan wisatawan saling berimpit atau bersenggolan.

Tak heran bila para pedagang itu sering mendorongkan tangan atau dayungnya untuk mencari jalan atau menghindari jepitan perahu. 

Pedagang pasar apung Lok Baintan menurut salah seorang penduduk di sana, jumlahnya menurun dibanding dengan tahun-tahun sebelumnya.

Dulu dikatakan sungai itu penuh dengan jukung-jukung pedagang. Tidak hanya separuh sungai seperti saat ini namun penuh hingga tepian sebelah. 

Hal demikian sampai ada petugas yang mengatur pergerakan perdagangan di atas sungai yang berwarna coklat itu agar tidak menimbulkan kemacetan.

Jika dengan semua yang telah aku lakukan ini nanti, Firman tidak juga menyatakan cinta. Berarti bukan salahku jika aku menyampaikan cintaku lebih dahulu.

#####

Malam minggu yang dinanti telah tiba. Pukul 19.30 lebih sedikit Firman menelpon. 

"Nit, malam ini kita jadi ya?" 

"Iya, pastilah. Ini, aku sudah siap-siap."

"Menurutmu kemana sebaiknya, agar romantis?"

Aku ceritakanlah semua perjalananku kemarin. Sangat indah jika berkunjung pada malam hari. Romantis dengan pemandangan lampu-lampu temaram. 

"Kalau aku sih, maunya kita di rumah kamu aja. Gimana? Enak. Malah tidak terbuang waktu. Tidak ada yang mengganggu. Kita bisa masak apa saja yang kita mau."

Berdebar dadaku. Di rumahku? Malam-malam? Berduaan? Apa yang akan terjadi jika dua orang lawan jenis berada dalam satu ruang. Tidak ada gangguan. Apa pun bisa terjadi. Apalagi sekarang aku memang lagi kesepian. 

Ampun ... apalagi sekarang aku telah selesai menstruasi. Birahiku sedang tinggi-tingginya. Pasti aku tak akan mampu menahan hasratku jika kemudian adegan mesra terjadi. 

Mulanya aku berdiri di depan cermin. Mempaskan baju dan bawahan yang aku kenakan ketika pertemuan dan keliling jalan-jalan menikmati suasana malam sambil naik perahu keliling sungai batal. Lemes. Aku duduk di atas ranjang. 

Apa yang harus aku kenakan. Apakah dengan pakaian tipis yang transparan? Akh, jangan. Nanti dikira aku wanita murahan. 

Atau aku kenakan saja baju berlapis-lapis. Jadi jika kemesraan berlangsung, maka tidak akan berlanjut ke hubungan intim. Aku bingung. 

Dalam hati kecilku, aku sangat ingin melakukan hubungan badan. Pasti sangat mesra bisa bercinta dengan seorang pemuda yang hidung dan mulutnya tidak berbau. Diciumnya pasti sangat nikmat rasanya. 

Amboe, aku memang gila. Belum apa-apa sudah membayangkan ke arah sana. Dasar aku perempuan ganjen. Perempuan kesepian. Butuh kehangatan laki-laki tampan dan harum wangi tubuhnya. 

Atau, aku jual mahal saja. Aku kenakan pakaian seberat mungkin. Setomboy mungkin sehingga adengan mesra tidak terjadi malam ini. Biarlah malam ini menjadi malam perkenalan saja. Pendekatan. Saling mengenal dan mencurahkan isi hati masing-masing. 

Siapa tau dengan begitu rasa sayang benar-benar tumbuh karena rasa sayang yang sebenarnya. Bukan karena napsu belaka. Nyatanya pengalaman perkimpoianku yang pertama ketidak cocokan dalam hubungan badan mempengaruhi segalanya. 

Pertarungan bathin terjadi sangat lama. Antara aku pasrah malam ini dalam pelukannya atau biarlah rasa sayang dulu terucapkan. 

Mendalami perasaan masing-masing. Memang sangat berar menurutku, rasa ingin yang besar di antara keduanya sama. Aku pilih yang mana?

Sambil memandang langit-langit kamar, aku pertimbangkan lagi apa yang akan aku pilih. Mesra dalam cinta atau hangatnya hubungan badan yang mesra. 

Tiba-tiba Firman sudah ada di pintu kamarku. Kaget tidak terkira. Sementara kini aku hanya memakai dalaman dan bra. Hanya tersenyum, kemudian mendekat ke arahku. Berdesir seluruh tubuhku. 

Tanpa ba bi bu, langsung menerkam seperti singa yang kelaparan. Mencabik-cabik setiap kulitku. Memakan sedikit demi sedikit dengan rakusnya. Jeritan dan teriakan histeris nikmatku tidak dihiraukan. 

Tak pernah membayangkan kejadiannya akan demikian. Firman ternyata bukan namanya saja yang keren. Lelaki banget. Wangi tubuh khas lelaki perkasa. Ada padanya. Aku sungguh terdoga. Bahkan hanya dengan mencium aroma tubuhnya. 

Pergulatan di atas ranjang tak terelakkan. Perlawanan sengit juga aku berikan. Saling banting. Saling serang. Seperti perkelahian kucing dalam kurungan. Saling teriak. Salin mengerang. Saling menahan sakit dan nikmat berbarengan. 

Setelah semua selesai. Aku terkulai. Firman terlentang di sampingku setelah mengucapkan terimakasih berkali-kali. 

Aku terkejut. Ada suara kendaraan di depan rumah. Berhenti. Samar-samar aku dengar suara orang mengetuk pintu. Menyebut namaku. Astaga. Itu suara Firman. Berarti aku tadi terlelap. Aku bermimpi Firman sudah datang. 

Cepat-cepat aku bangkit dari atas ranjang. Aku lihat sudah pukul 21.04. Berarti aku tertidur sekitar satu jam. Pantas mimpinya terasa begitu lama dan sangat nikmat. 

Aku rapikan rambutku. Kukenakan pakaian yang tadi telah aku pilih-pilih dan aku persiapkan. Lalu, melangkah ke kamar depan. Menemui Firman yang dari tadi sabar menanti di depan pintu. 

Aku bangkit dari ranjang menuju kamar depan. Kasian Firman kelamaan menunggu aku membuka pintu. 

Sejenak kulihat tubuhku di muka cermin. Aduh, betapa jeleknya aku. Dari pada ketemu Firman dalam keadaan kusut begini dengan baju lusuh akibat mimpi tadi sebaiknya aku ganti baju saja. 

Lagian, dalam mimpi tadi aku belum sempat mencapai puncaknya. Hasrat perempuanku kian menggelora. Apa sebaiknya yang akan aku lakukan. Mungkinkah Firman akan bertindak seperti dalam mimpi tadi. Saat aku membuka pintu, Firman langsung menerkamku. Duh, pasti sangat nikmat. Mimpi mesra menjadi nyata.

Tapi mana mungkin dengan pakaian lengkap seperti ini. Aku harus berbenah lagi. Maka aku harus bergegas menyiapkan diri lagi. 

Kulepas semua pakaian yang melekat ditubuhku. Mulai dari pakaian luar hingga pakaian dalam. Kini tak satu pun yang melekat di badan. Aku ambil baju malam. Tanpa bh dan dalaman. Hanya baju malam panjang. 

Siapa tau terjadi sesuai dugaanku. Maka dengan mudah Firman melakukan sesuatu sesuai keinginanku . Tanpa harus lelah dan repot melepas pakaianku. Tak lupa kusemprotkan parfum terbaik yang aku miliki. Selesai. Aku sudah rapi.

Jika Firman adalah lelaki normal pasti akan tertarik dan tergoda padaku malam ini. Di tempat ini. Hanya berdua dan aman. Dengan seluruh kemolekan yang aku punya. 

Aku yakin firman akan jatuh dalam pelukanku malam ini. Selanjutnya Firman akan menjadi suamiku. Suami idamanku. 

Firman sangat aku senangi. Aku sukai. Tak ada satu pun kekurangan Firman yang aku lihat sejauh ini. Firman memang calon suami idaman. Aku akan bangga berada di sampingnya. Bahagia dalam pelukannya. 

"Nit ... Nit ...," suara Firman membuyarkan lamunanku. 

Aku ke luar menuju pintu depan. Sangat senang Firman datang. Aku buka pinta. Memasang senyum termanis yang aku miliki. 

"Iya, aku datang," jawabku sambil membuka pintu. 

Astaga! Siapa ini. Kaget tak terkira. Mataku terbelalak lebar. Firman ternyata tidak datang sendiri. Ada perempuan sangat cantik di sampingnya. Siapa dia? Manja senyum-senyum kepada Firman. 

"Ini dia orangnya ya, Mas," tanya dia ke Firman. 

Firman senyum-senyum sambil mengangguk. Bahagia. Ampun! Ada apa ini. Mengapa Firman datang dengan seorang wanita. 

Apakah Firman datang hanya mau pamer kepadaku tentang pacarnya? Pamer mesra kepadaku? Tiba-tiba kepalaku terasa berat. Berkunang-kunang. Firman memang kejam. Siapakah wanita yang bersama Firman ini? 

Sebisa mungkin aku tetap menutup kekagetanku. Tetap berlaku wajar. Memberikan senyum mesra kepada mereka berdua. 

"Ini Rina, dia adikku," ucap Firman memperkenalkan sambil tangannya mengarah ke Rina. 

"Aku Rita. Nita Mayasari. Teman sekantornya Firman," kataku sambil menjabat tangan Rina. 

Aku sangat lega. Ternyata dia adiknya. Saking leganya tak terasa aku peluk erat Rita seakan sangat rindu sudah lama tidak bertemu. Rita juga sangat ramah. Membalas pelukanku dengan hangat. Kami cipika cipiki. Lalu, kupersilakan keduanya masuk ke dalam rumah. 

Sejenak kecewaku hilang. Firman datang bukan dengan wanita pujaannya. Lega rasanya. Namun tetap saja ada sedikit kecewa. 

Harusnya Firman datang seorang diri. Mengapa harus membawa adiknya. Batallah adegan mesra yang sudah aku susun dan aku hayalkan sekian lamanya. 

"Aku tidak enak. Malam-malam datang ke rumahmu seorang diri. Malam minggu pula. Dikira mau pacaran. Dalam rumah berduaan. Apa kata tetangga nanti. Makanya aku ajak Rita menemani. Biar kian meriah malam ini kita di sini," kata Firman memecah kesunyian.

"Iya, malah asyik aku ada temannya. Kita masak-masak ya," jawabku ke arah Rita. 

Sementara Rita senyum-senyum saja. Sepertinya Rita juga sangat senang menemani kakaknya malam mingguan. 

Tetap saja, malam ini aku harus memikat Firman. Tidak mungkin Rita selalu berada di dekatnya. Dengan sedikit sentuhan-sentuhan mesra pasti Firman akan tergoda. Akan aku senggolkan buah dadaku ke pundak Firman. Pura-pura tak sengaja. Pasti Firman akan menikmatinya. 

Atau bokongku pura-pura tersenggol di tangannya. Aku kan lagi tidak memakai dalaman. Jika tersentuh tangan Firman pasti Firman akan merasakannya juga. Rita tidak akan mengetahuinya. 


Sumber gambar: Pixabay.com

Komentar

Posting Komentar

Terima kasih telah berkenan membaca dan meninggalkan pesan