Bali dan Lolok Berbentuk Kelamin Laki-Laki

Perjalananku di Bali terputus ceritanya beberapa hari lalu. Kali ini aku lanjutkan ya....

Biasanya, kata kawan-kawan yang sudah sering ke Bali nanti pada saat akan meninggalkan Bali kiya semua akan di ajak ke Jogger. Istananya kompeksi dengan kata-kata khas  merek mereka. 

Bukan seberapa mahal dan keren konfeksi yang ditawarkan. Maklumlah, jika membeli banyak-banyak kaos dan lain-lain buat apa juga. Tinggal di pedalaman tak perlu bangak kaos ganti. Satu kaos, satu jaket sudah cukup buat baju kerajaan mancing. 

Dicuci saat kehujanan saja, jika tidak basah karena hujan biarlah matahari yang mengeringkan keringatya. Bau sengur-sengur supaya ikan hapal, ini yang kemarin sudah datang... Wkwkwkwkk!!!

Begitu turun dari buss, kawan-kawan melaju dengan tas yang ditenteng. Ada sebagian yang merogoh saku sambil menghitung-hitung sisa duit dalam dompetnya. Ada jua yang sempat masuk ke ATM. Barangkali ngecek saldu ATM nya sisa berapa. 

Soalnya kali ini pasti akan menghamburkan banyak uang. Tentu saja untuk oleh-oleh anggota keluarga, tetangga, juga rekan kerja. Katanya sih, tak beken jika tak bawa oleh-oleh konfeksi dari tempat ini. Saya sih cuek saja.

Begitu turun dari bus langsung mata saya tertuju pada bagungan tepat di depan pintu masuk. Teman-teman yang saya panggil entah karena banyaknya orang waktu itu, suara saya seperti membentur dinding. Padahal suara nyaring lho...

Apalagi ibu-ibu, sedikit melirik saja langsung pura-pura tak melihat. Entah karena malu atau bagaimana. Yang jelas saya seperti orang gila. Ngomong sendiri, teriak sendiri.

Apa sih yang ingin saya perlihatkan pada mereka? Pembaca laki-laki yang pernah ke Bali mungkin sudah mulai mesam-mesem. Sementara yang perempuan mulai malu-malu. 

Senjata sebesar drum menghadap ke atas. Detail bentuk dan warnanya sama persis dengan aslinya. Membayangkan saja, jika yang seperti itu berfungsi, mungkin gajah saja akan mati. 

Saya berpikir, koq tidak malu sih meletakkan senjata di depan bangunan itu? 

Begitu pemandu wisata berlalu di depan saya kemudian saya panggil. 

"Kok bisa barang begini ada di sini, seperti apa ceritanya?" 

Katanya, "Souvenir berbentuk alam kelamin pria yang banyak dijumpai di Bali merupakan penggambaran dari Lingga. Pembuatan souvenir lolok bukan bermaksud untuk porno, melainkan sebuah harapan agar selalu dapat limpahan berkah dari Dewa Siwa.'

"Oh lolok ya? Terus manfaatnya buat apa?" tanya saya penasaran. "Apa tidak memalukan tuh?"

"Lingga Yoni adalah sebuah arca batu untuk peribadatan Hindhu Siwa. Lingga berbentuk tegak seperti alat kelamin pria, dalam agama Hindhu menjadi simbol dari Dewa Siwa. Fungsi Lingga sebagai penyalur air untuk membasuh arca. Sedangkan Yoni berbentuk seperti alat kelamin wanita, dalam agama Hindhu menjadi simbol Dewi Parvati, istri Dewa Siwa," lanjutnya.

"Apa tidak memalukan tuh, jika ada orang dari daerah lain yang datang ke tempat ini. Juga ke tempat lainnya yang ada barang-barang begini?" 

"Budaya tiap daerah memang tidak sama dan unik, kita hargai saja. Dimana langit dijunjung disitu bumi dipijak," pungkasnya sambil tersenyum dan pergi.

Dalam hati saya berkata, wah kesempatan ini nanti dalam bus mengerjain ibu-ibu. Minimal agar mabuk perjalanan saya berkurang. Maka saya pun berkeliling di luar area pertokoan itu. Begitu sampai di jalan ternyata banyak orang berjualan souvenir lolok ini. 

Setelah mendekati orang yang menjual, tidak ada lagi rada risi dan malu saat itu. Soalnya sudah tahu bahwa lolok adalah souvenir khas bali dan tidak berniat porno. 

Ukurannya sih macam-macam. Ada yang kecil sekecil kelingking, ada juga yang besar sebesar pergelangan tangan. Tak tega saya membayangkan bagiana jika ada orang yang memiliki senjata seperti begitu. Dari pada geli, akhirnya pikiran itu saya cepat-cepat saya tepis.

Warnanya juga sangat menarik. Hampir semua warna ada. Mulai dari yang hitam legam, sampai yang merah menyala. Yang paling mirip warna asli pun ada. 

Iseng sambil memilih saya bertanya, "Yang ini untuk apa, Beli?" Seolah paham bahasa Bali, padahal yang saya tahu hanya "bli" saja. Ha ha ha

"Itu buat pipa rokok," katanya. 

Bagian depannya untuk tempat mengisap rokoknya, sementara bagian belakang untuk meletakkan batang rokok. Klop sudah pokoknya. Persis adegan.... (tak usahlah saya lanjutkan).

Setelah membayar Rp 60.000,- saya pun pergi kembali menanti teman-teman yang masih berada di dalam, sambil menghabiskan uang mereka.

Anehnya, begitu lolok saya pasang batang rokok lalu saya sulut. Orang yang lalu lalang menatap saya dengan tatap aneh. "Ini orang gila dari mana? Pikir mereka."

Mengingat begitu banyak orang yang menatap dan melirik saya dengan lirikan aneh, akhirnya sebelum habis rokok yang saya isap saya lepaskan lolok tersebut kemudian saya simpan.

Dari peristiwa ini saya mengambil kesimpulan, penduduk asli masyarakat Bali menganggap bahwa lolok adalah perupakan penggambaran dari lingga. Dan dengan lolok mereka berharap berkah. 

Bagi para wisawatan, bagaimanapun memaksa bahwa lolok merupakan hal biasa, namun pada saat lolok yang mereka buat untuk pipa rokok begitu saya praktikkan menggunakannya untuk merokok kesan yang ditangkap tetap berbeda. Dan mereka merasa risi. Artinya apa coba?

Akhirnya lolok pun saya masukkan tas. Keinginan mengerjai ibu-ibu di dalam bus urung saya lakukan. Siapa tau ada ibu-ibu yang kelewat marah merasa dilecehkan lalu mendoakan saya jadi gila betulan. Bahaya!!

Sumber gambar: grid.id

Komentar

  1. Waduhhhhh
    Ngeri juga nih souvenirnya ya mas

    Waktu ke jogja aku juga sempet lihat, tapi akhirnya yang aku beli yang bentuk jari putus
    Ngilu beli yang bentuk Lolok wkwkkwwkw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yang aneh kadang yang banyak peminatnya.
      Bisa jadi dunia sekarang sudah mulai aneh

      Terimakasih telah mampir dan berkomentar
      Salam hangat

      Hapus

Posting Komentar

Terima kasih telah berkenan membaca dan meninggalkan pesan