Menempatkan Momentum yang Tepat

Orang yang cerdas adalah mereka yang menjadikan setiap kejadian adalah momentum perubahan. Selalu mengambil kesempatan terbaik!

Jika datang seorang perempuan, buruk rupa, tanpa gigi dengan wajah keriput seperti kulit komodo mendatangimu dan berkata, "Jika engkau laki-laki sejati, aku di sini! Di sinilah kudanya. Di sinilah ranjangmu. Tunjukkah kejantananmu, jika engkau seorang lelaki!"

Tentu kau akan berkata, "Sumpah! Aku bukan laki-laki. Yang mereka katakan tentangku adalah bohong! Semua orang menyebutku adalah omong kosong?"

Kalau perempuan seperti itu menjadi sahabat dekatmu, lebih baik pasti kau menjadi lelaki pengecut. 

Dalam cerita yang lain, kalau seekor ular berbisa melilit lehermu kemudian berkata, "Aku pernah mendengar tentangmu dengan rawa riang. Kau pandai membuat kelucuan, sehingga teman-temanmu girang. Tertawalah agar aku melihatmu tertawa."

Pasti kau akan berkata, "Kau telah datang, maka aku katakan sejujurnya, bahwa aku tak memiliki tawa dan keriangan.  Semua yang mereka katakan adalah sebuah kebohongan. Pembohongan publik!  Seluruh hasrat tawa yang aku miliki saat ini sedang sibuk menjauhkanmu dari diriku."

Demikian juga ketika hujan deras. Air sungai meluap. Sampah-sampah yang ada di hulu ikut mengapung berjalan dengan penuh semangat menuju hilir sungai. Sebagian ada yang nyangkut di antara ranting dan dahan. Sampah berusaha melepaskan diri lewat geliatnya arus. 

Rumah yang tidak kuat penopangnya juga akan tercabut dan ikut mengapung. Selebihnya tamanan di sawah terendam dan mati kemudian membusuk. 

Kita hanya tahu bahwa penyebabnya adalah hujan yang deras. Padahal tidak ada salahnya hujan. Yang begitu menghancurkan senenarnya air dan gerakan alaminya dari tempat yang tinggi mengalir ke tempat rendah. Hukum alam yang sudah lumrah!

Begitu juga sebagian kita mungkin masih ingat kejadian musibah Tsunami Aceh beberapa tahun lalu yang begitu banyak memakan korban. Sebelum datang hantaman air laut dan menerjang serta menenggelamkan, air laut tiba-tiba surut sesurut-surutnya. Bukankah air laut mengambil ancang-ancang? Sebuah momentum!

Akan halnya seorang lelaki yang terpaksa mengaku tidak jantan di hadapan perempuan buruk rupa tadi bukankah merupakan momentum? Atau ketika si periang yang terpaksa mengaku bisa tertawa dan hanya ingin menjauhkan ular berbisa di lehernya juga disebut momentum.

Jika seorang teman dalam kesusahan, kalau yang bersangkutan memiliki banyak teman, kemungkinan besar akan banyak teman-temannya datang memberikan bantuan untuk mengatasi masalah. Minimal dengan dukungan moral. 

Adakah yang akan menolong, ketika setiap orang yang akan menolong temannya tersebut akan berakibat burul baginya? Hanya mereka yang berani mengorbankan jiwa raganya demi sebuah pertemananlah yang mau membantu dan membela. 

Saya jadi ingat syair lagunya Rhoma Irama, ".... Banyak teman di meja makan. Teman waktu kita jaya.... Sementara ketika dalam penjara. Teman lenyap semua. Sat itu teman tak ada!" Bukankah yang demikian juga bisa kita sebut momentum?

Seperti yang pernah orang katakan, "Agar anak panah melaju dan jangkauannya jauh, maka anak panah tersebut harus ditarik ke belakang. Semakin jauh ke belakang, maka akan semakin jauh mencapai sasarannya."

Setiap kita sah-sah saja mengambil momentum pada setiap kesempatan. Demi terwujudnya tujuan yang diharapkan. Namun, alangkah tidak bijaksananya ketika momentum hanya dijadikan alasan untuk hanya sekedar sebuah tindakan menyelamatkan diri. Tanpa peduli orang, dan lingkungan di sekitar kita. 

Kalau saya pasti dengan alasan apa pun tak mungkin akan rela di sebut pengecut, seperti halnya lelaki yang berhadapan dengan perempuan buruk rupa tadi. Atau ketika lilitan ular berbisa ada dileher, dan melenyapkan pengakuan bahwa tidak memiliki keriangan, hanya untuk menyelamatkan dri. Atau terhanyut dalam banjir tanpa berbuat apa-apa. 

Dalam kasus kekinian, kita lihat begitu banyak bisnis online berhasil di tengah pandemi. Mencuri kesempatan, memanfaatkan keadaan. Ada juga yang mengambil kesempatan menjajakan daganganya melalui jejaring sosial dan sangat berhasil. Hal ini juga merupakan momentum!

Berbeda dengan yang pernah kita dengar dengan penimbun masker yang kemudian bangkrut gara-gara membanjirnya masker olahan baru, dan harga yang stabil lagi. Ini adalah contoh mengambil kesempatan yang salah kaprah dan dengan niat merugikan orang lain.

Bukankah setiap kejadian adalah momentum untuk kita? Bukankah disetiap kejadian terbuka sebuah kesempatan? Mengapa kita tidak memanfaatkan dan mencurinya? 

Bukan untuk mencari selamat sendiri atau merugikan orang lain. Melainkan untuk kemaslahaan sebanyak-banyak manusia yang ada di sekitar kita. Tidak ada kata terlambat, apalagi tak sempat!

sumber gambar: Medium.com

Komentar