Melihat Alam Ghaib (25)

Episode ke dua puluh lima Melihat Alam Ghaib

Setelah semua orang pulang. Aku coba tanyakan Pakde, sebenarnya apa yang sudah terjadi mengapa mereka sebut aku "Mbah" juga manggut-manggut. 

Pakde malah balik nanya, apakah aku pernah nanya ketika aku tidak sadarkan diri. Waduh, kalah aku. Jika berdebat dengan Pakde, meskipun aku selalu menang tetap saja tidak ada untungnya. Akhirnya aku pamit pulang

Saat itu Pakde tak izinkan aku pulang. 

"Kita nanti maghrib berjamaah di sini saja. Ada sesuatu yang ingin aku berikan kepadamu."

Senang banget rasanya. Pasti sesuatu yang sangat berharga. Tumben kali ini Pakde memberikan ilmu tanpa aku minta. Biasanya aku merengek-rengek dulu baru aku diberikan sesuatu.

"Jangan senang dulu. Ini berat untukmu. Jika tak kuat nanti akan jadi masalah. Harus serius dan semangat."

"Pastilah. Semoga saja aku semangat dan kuat Pakde."

Azan maghrib berkumandang. Kami pun salat berjamaah. Bertiga dengan Rimah istri Pakde yang sedari tadi asyik masak di dapur serya beres-beres bekas suguhan tamu sore tadi. 

Sejak maghrib hingga azan isya berkumandang. Bacaan dan amalan tak satu pun yang terlewatkan. Mulai membaca surah Yasin, al Waqiah, al Jin, hingga surah-surah pendek jus 30. Aku hanya mengikuti setiap ucapan Pakde. 

Salat isya selesali dan wiridan pendek juga sudah diselesaikan. 

"Kita makan dulu," kata Pakde yang dilanjutkan dengan berdirinya Rimah istri Pakde ke dapur menyiapkan segala sesuatunya.

Selesai makan dalam suasana santai Pakde menyandarkan duduknya pada dinding ruangan. Tak lupa rokok gudang garam merah kretek diisap lama. Sangat asyik menikmati rokoknya. 

Aku hanya diam saja. Sudah berniat tidak akan tanya-tanya. Aku hanya berharap segera mendapatkan apa yang tadi dijanjikan. 

Janji tak kunjung terucap. Tetap aku tahan. Pura-pura mengulang ayat-ayat al Quran. Beberapa surah sudah aku baca. Pakde tak juga selesai menikmati rokoknya. Habis sati batang dilanjut ke batang berikutnya. 

Tetap aku tenangkan hati bersabar. Aku tidak ingin memaksa Pakde meski dalam hati. Jika itu terjadi pasti Pakde tau siara hatiku. Pasti batal nanti apa yang akan diberikan. 

"Sekarang dengarkan," tiba Pakde membuka obrolan. 

Aku menyimak dengan seksama. Apa gerangan yang akan diberikan Pakde padaku. 

"Mulai sekarang, jika kebetulan kamu tidak sadarkan diri tiba-tiba berarti ilmu yang aku ajarkan sudah masuk ke dalam dadamu."

"Apakah aku kerasukan Pakdr?"

"Bukan. Itu bukan kerasukan. Tetapi ilmu yang sudah kamu kuasai mengeluarkan diri."

"Mengapa Pakde dan aku tidak sadarkan diri jika peristiwa itu terjadi?"

Kali ini mumpung Pakde menjawab pertanyaanku. Aku harus menggunakan kesempatan untuk bertanya sebanyak yang aku bisa.

"Jika kondisi seperti itu kamu sadar nanti pasti sombong dalam dirimu atau diriku akan membesar. Bahaya buat aqidah kita."

"Oh ...." panjang oh ku

"Makanya, ketika kondisi seperti itu terjadi. Tidak mungkin kamu dalam keadaan seorang diri. Orang yang ada di depanmu akan dipilih. Tidak semua orang akan menemukan kondisimu tidak sadarkan diri itu."

"Terus apa yang harus aku lakukan?"

Pakde diam saja. Dan, tiba-tiba. Blek... Pakde jatuh. Tidak sadarkan diri. Rimah dengan cekatan mendekat. Merangkul Pakde dan mendudukkan. 

"Assalamu'alaikum. Cucuku. Jadi orang itu jangan banyak tanya. Lihatlah umatnya nabi musa ya g dikutuk jadi kera. Mengapa? Karena dia banyak bertanya. Tak cukup dengan pengetahuan yang dimilikinya. Belum kuasa mengamalkan sudah bertanya dan meminta ilmu baru lagi. 

Rasakan dan nikmati dulu apa yang sudah ada. Hingga kamu merasa nikmat ibadah itu memang ada. Mengapa para nabi dan sahabatnya mampu menghabiskan malam setiap harinya? Itu karena nikmatnya ibadah malam yang tidak terkira. 

Jadi saranku adalah nikmati dulu apa yang sudah jado kebiasaanmu. Nanti dia akan menjadi hadiah buat keseriusan dan semangatmu. Assalamu'alaikum." suara dari mulut Pakde tapi bukan logat dari Pakde.

Aku yakin betul suara itu sudah sering kami dengar. Sudah berkali-kali mengalami. Hingga tak ada rasa takut lagi. Tak ada debaran-debaran lagi. Suara itu sudah aku anggap suara dari gurunya Pakde yang dari alam ghaib itu. 

Namun, aku masih penasaran. Siapakah guru Pakde itu. Apakah suarai itu adalah siara gurunya Pakde atau suara ilmu yang ada pada dada Pakde seperti suaraku yang keluar kepada dua orang anggota DPRD dan satu kepala desa tadi. Pertanyaan itu masih berkecamuk dalam hatiku. 

Pakde sadar. Meminum air putih segelas besar. Dan seakan orang yg bangun tidur. Pakde mengambil rokoknya lagi. Menyulutnya seperti tak pernah terjadi sesuatu. 

Heran, apakah sore tadi aku juga seperti itu. Aku masih bertanya-tanya. Pakde tak memberikan jawabannya. Haruskah aku paksa. Atau biarlah waktu yang akan menjawabnya. 

Yang jelas, saat ini aku juga sudah tidak sadar dan memberikan petuah kepada orang-orang tadi tanpa aku sadari. Dan, hari ini adalah pengalaman pertama aku tidak sadar seperti Pakde juga. 

(Bersambung)
Sumbar gambar; Pixabay.com

Komentar

  1. waw, ternyata bersambung. dan sepertinya Plot twist ya?

    BalasHapus
  2. Masih balajar membuat cerita. Terimakasih sudah mampir ya

    BalasHapus

Posting Komentar

Terima kasih telah berkenan membaca dan meninggalkan pesan