Dissociative Identity Disorders, Aku, dan Dia

Suatu ketika aku dikejutkan oleh sebuah pesan dari seorang teman. Katanya, "Benarkah sekarang saya sudah pikun?"

Memangnya ada ya, orang pikun sadar? Sungguh pertanyaan yang menmmbuatku geli. Yang ada kalau orang pikun itu, kadang sudah makan masih minta makan. Sudah mandi minta mandi lagi, kadang saat sikat gigi masih cari di mana sikat gigi berada. Padahal sikat gigi ada di tangan.

Kalau sekedar lupa hari ini hari apa, tanggal berapa, aku sering mengalami. Padahal kacamata di atas kepala, tapi masih keliling-keliling kamar mencari kacamata, juga sering. Masak sih, aku juga sudah pikun. Aduhai! Alangkah cepatnya waktu berlalu hingga aku sekarang sudah tua.

Tak hanya sering lupa, aku juga seeing melamun dan kadang hilang konsentrasi saat mengerjakan sesuatu. Pernah suatu ketika mengendarai motor.  Pulang dari sebuah perjalanan dari kota. 

Maklum jika sambil berkendara seorang diri kadang tanpa terasa keluar senandung-senandung dari bibir sekenanya. Aslinya aku itu sadar, nyatanya motor yang aku kendarai berjalan normal, tidak jatuh, tidak ngebut juga tidak berhenti.

Lucunya setelah sekian menit perjalanan baru sadar arah yang aku tempuh bukan jalan ke arah pulang. Pada saat ketemu jembatan dengan kondisi jalan rusak baru sadar kalau ini bukan arah pulang. Sekitar 10 km perjalanan motor. Bukan hal sepele sebenarnya. Entah apa sebabnya. Nyatanya aku tersesat dalam keadaan sadar.

Mau tidak mau akhirnya balik arah, dan ternyata saat ada perempatan itulah aku melamun dan belok arah, padahal arah pulang harusnya lurus. 

Kalau disebutkan kesurupan, aku tidak merasa sedang kesurupan. Wong sepanjang perjalanan terlihat dengan jelas pohon-pohon, rumah, warung, serta kendaraan lain yang menyalip dari belakang. 

Demikian juga cerita temanku. Katanya bila sudah malam tiba, kadang ingin melanjutkan pekerjaannya terhenti. Seperti blank, tidak tau harus memulai dari mana. Karena sedemikian lama terbengong, laptop yang sudah menyapa pun akhirnya dimatikan.

Ada yang unik dari temanku ini. Kadang dalam sebutan ia panggil aku dengan sebutan kawan. Kadang panggil dengan sebuatan abang. Kadang juga memanggil bapak. Mungkinkah yang seperti itu sebuah Dessociative indentity disorders (DID).

Karena aku buka dokter jad hanya mengira-ngira saja. Dan bahasa yang aku ketahui jika dia kebetulan begitu, jiwanya sedang yak tak normal. Pasti ada sesuatu yang membuatnya lupa dengan sebuatan yang diucapkan.

Berkaitan dengan kepribadian yang lebih dari satu, semoga saja tak menimpa diriku dan temannku. 

Kecenderungan kami sama. berlaku seolah-olah menjadi orang lain begitu menyenangkan. Entah ini hanya sebuah gejala memainkan peran. Berbuat layaknya sutradara. Tapi sepertinya tidak. 

Kadang tanpa disadari, dengan seenaknya saja seolah menjadi pejabat tinggi, baik dalam ucapan dan tingkah laku. Gaya dan kelakuan dipas-paskan dengan mereka. Aku juga tak menggangapnya sebagai obsesi. 

Karena kami sahabatan sudah lama, jadi perihal kelakuan masing-masing sudah saling mengenal dan sangat mengerti.

Dan semakin hari terlihat semakin parah. Tingkat lupanya, melamunnya, dan tidak fokusnya. Ia juga menceritakan hal yang sama.

Karena kekhawatiran itulah maka aku iseng mencari informasi, apa sih yang terjadi dalam diri kami. 

Di laman aladokter.com terdapat informasi bahwa dissociative identity disorders atau DID menjadi salah satu macam macam sindrom dalam psikologi yang banyak dialami yang dikenal dengan nama gangguan kepribadian ganda. 

Seseorang yang mengalami sindrom ini akan memiliki 2 bahkan lebih kepribadian yang berbeda dan bisa mengendalikan perilaku seseorang secara bergantian. 

Sindrom ini menjadi gangguan yang paling sulit untuk didiagnosis dan diobati sebab memiliki beberapa cross over gejala dengan gangguan mental lainnya dan tidak ada konsensus yang bisa diperoleh dengan perawatan terbaik. 

Umumnya perawatan yang diberikan saat ini akan menggunakan terapi perilaku kognitif sekaligus mencoba untuk mengintegrasikan banyak identitas yang dimiliki seseorang agar nantinya bisa menjadi 1 kepribadian kembali.

Harusnya kan jika memiliki kepribadian ganda seolah-olah ada orang lain yang ada dalam diri kita. Kalau rasa panik sih wajar, setiap orang pinya rasa panik. 

Demikian juga suasana hati sering berubah seperti sering merasa sedih, marah, merasa tidak berharga. Aku rasa juga hal yang wajar. 

Menganggap wajar begini, apakah karena aku memiliki kepribadian ganda? Entahlah....

Beberapa teman kadang ada yang nyeletuk, "Kamu itu punya kepribadian ganda. Tau nggak?" 

"Memangnya apa yang membuatmu yakin?" jawabku.

"Kehidupanmu sulit ditebak, kadang marah tak beralasan, kadan ramah, lembut dan sopan, kadang ugal-ugalan dan urakan," lanjutnya.

Aku mikirnya juga begitu. Tapi tak ada rasa menyiksa tuh. Sekiranya penyakit pasti aku tersiksa, setidaknya merasa tidak nyaman menjadi aktifitas harian. Yach! Kalau lupa, memang sih menyiksa. 

Ikh!! Amit-amit sih... 
Kalau bisa jangan deh kami terkena gejala itu. Mendengarnya saja sudah ngeri-ngeri sedap. 

Tapi kalau hanya gejala pikun, ya masak sudah pikun saja. Padahal baru juga setengah abad. Itu juga kurang. 

Juga jika benar-benar ada kepribadian ganda dalam diri kami semoga saja masing-masing pribadi yang ada keduanya baik-baik semua. 

Dan harapan tentu saja, jangan sampai kelainan ini merugikan orang lain. Itu saja....

sumber gambar: Klikdokter.co.id

Komentar