Berbaju Sombong, Bertopeng Benci

Adanya ruang kebencian amat sempit dibandingkan ruang cinta. Karena sejatinya manusia akan melarikan diri dari ruang benci menuju ruang cinta. 

Tetapi, ruang cinta juga amat sempit jika dibandingkan dengan ruang yang menampung cinta dan benci. 

Orang yang benci menuntut adanya obyek untuk dibenci. Demikian juga orang yang mengakui menuntut adanya obyek yang diakui. 

Ruang benci menjadikan suasananya menjadi disharmoni. Dan ruang cinta menghadirkan harmoni. Jadi, jelaslah bahwa harmoni dan disharmoni adalah penyebab adanya dualisma. 

Sangat kecil kemungkinan pada satu obyek memiliki dua ruang. Benci dan cinta, harmoni dan disharmoni. 

Sementara itu alam luhur hadir melampaui dualisme cinta dan benci. Di alam luhur itu hanya ada kesatuan. 

Cinta mewajibkan  adanya dualisme maka sementara ruang itu tidak memiliki dualisme maka manusia akan keluar dari cinta dan kebencian saat sampai di alam luhur. 

Di alam itu tak ada lagi dua sisi. Dan demikianlah, manusia akan terbebas dari dualisme ketika sampai di sana. 

Datangnya benci adalah kesombongan. Jika kesombongan sudah mengisi ruang, cinta dan benci tak akan mampu dibedakan lagi. Tertutup oleh kesombongan. 

Pada ruang lain, ada sebuah imajinasi dalam kondisi lebih luas dari ruang materi dan indrawi. Sehingga semua materi terlahir dari imajinasi.  

Namun, ruang imajinasi juga sempit jika dibandingkan dengan ruang yang menjadi sumber kemunculan imajinasi. 

Dengan begitu. kesombongan hadir dari imajinasi manusia. Sementara kebencian merupakan perwujudan protes atas adanya sesuatu, atau seseorang yang menghalangi kesombongan. 

Berdasarkan urian di atas dipahami bahwa, sesorang menjadi sangat benci karena kesombongan yang terhalang, imajinasi untuk sombong tak kuasa diwujudkan. 

Oleh karena itu jangan heran jika ada manusia, seseorang yang begitu benci dengan yang lain. 

Pada daat ditanyakan, mengapa kamu membencinya. Jawabannya akan lebih luas dari lapangan sepak boleh. Dan ujung-ujungnya tiba pada sebuah kata karena kesombongannya terganjal. 

Kesombongan yang dimaksud pada tulisan ini tidak lazim seperti yang kita kenal. Lebih dari itu. Banyak yang mengatakan, kesombongan datang dari hari dalam bentuk perilaku memamerkan keberhasilan, kepunyaan, hak milik, dan lainnya. 

Dan banyak alasan penyangkalan, kalau pamer bukanlah sebuah kesombongan. Jika ini yang dimaksud maka sombong identik dengan merendahkan orang lain. 

Sebagai perumpamaan, sebagian orang menemukan kenikmatan dalam bunga-bunga yang menebarkan keharuman dan Cumiarkan kuncupnya. 

Sebagian lain menemukan kenikmatan ketika melihat kelopak bunga yang terpisah dan tersebar ke berbagai arah kemudian jatuh ke tanah (kembali ke asalnya). 

Demikianlah sebagian mereka ingin agar kasih sayang, rindu, cinta, benci, dan lainnya tetap ada. Akan tetapi tujuannya sama, yaitu kembali ke asalnya. 

Sesungguhnya semua itu hanyalah tembok penghalang yang menyebabkan kesempitan dan adanya dualisme. 

Jadi hadir dan langgengnya cinta dan benci akan segera musnah ketika kesombongan telah memenuhi ruang yang ada. 

Dalam wujud kehidupan sehari-hari lebih jelas dengan hadirnya nyamuk yang terbang mengelilingi kepala kita. Sekebal apa pun orangnya pasti akan terganggu. 

Padahal suara lain lebih nyaring daripada suara nyamuk tersebut tak membuat tangan menyasar dan mencari sumber suara. 

Selanjutnya berusaha memusnahkanya. Kita tahu bahayanya nyamuk menggigit, jika tidak ada wabah demam berdarah hanya akan mengakibatkan sekian tetes darah termakan. Namun, begitu mengusik dan menggangu. 

Jangan heran, ketika kita menemukan orang yang begitu antusian mengusik dan menggangu orang lain. Baginya melakukan kejahilan seperti itu karena seperti terusik oleh nyamuk yang terbang di sekitar kepalanya tadi. 

Semoga kita terjaga dan terhindar dari kesombongan yang memusnahkan cinta dan kasih sayang yang telah sejak keberadaan kita memenuhi ruang rongga dada kita. Aamin.

Sumber gambar: Pixabay.com

Komentar