Suatu ketika ada seorang gadis menyerahkan diri dan bersembunyi di rumah kita, seraya berkata, "Jangan perlihatkan aku kepada siapa pun. Kepada seorang pun! Karena aku milikmu seorang."
Mungkinkah kira boleh dan pantas kita memperlihatkannya di pasar-pasar, sambil berkata kepada orang-orang, "Kemarilah! Lihat lihat gadis cantik ini!"
Tentu saja gadis itu tidak akan menerimanya. Ia akan marah kepada kita, mungkin saja ia akan pergi ke tempat lain.
Apakah yang disampaikan gadis tadi setara dengan sebuah amanah? Pemberi amanah pasti akan marah jika kita tidak memenuhinya. Tapi mengapa banyak dari kita yang meremehkan dan melupakannya?
Dalam sebuah keluarga, kadang kita melihat begitu banyak pertentangan dalam pengamatan kita. Seperti ketika tengah malam, kita masih melihat anak perempuan dan para remaja berada di pinggir-pinggir jalan. Apakah orang tuanya tak memberikan teguran?
Kita pasti dengan mudah memvonis kalau orang tua abai memberikan perhatian pada anaknya. Sementara yang kita pikirkan ternyata hanya sebuah perkiraan. Sebagian besar mungkin benar. Sebagian lain, mungkin juga salah.
Bisa saja mereka tinggal terpisah dari orangtua. Ada yang tinggal dengan neneknya. Ada yang memang tak memiliki orangtua.
Yang jelas-jelas ada orangtua, diberikan peringatan, diberitahukan, dilarang, tak sedikit yang membantah. Apalagi mereka yang tidak diperhatikan. Wajar saja jika mereka berada di luar rumah pada saat tengah malam.
Kemudian, orang dewasa akan berkata, "Mereka masih muda, cara berpikirnya masih kekanak-kanakan. Belum mampu menbedakan baik dan buruk." Mungkin juga begitu. Amanah terlupakan dan hilang karena cara berpikir yang belum dewasa!
Sekarang kita bandingkan dengan pejabat. Bukankah seseorang sebelum memegang jabatan selalu diambil sumpah? Bukankah para pejabat adalah mereka yang dianggap mumpuni. Terbaik di antara yang lainnya.
Kemudian, pada saat akan menduduki jabatan, guna lebih menguatkan mereka diambil sumpah. Di bawah kitab suci dengan keyakinan masing-masing. Dengan sepenuh kesadaran mengucapkan sumpah!
Berapa banyak pejabat yang ingkar dengan amanah yang telah dipikulkan kepadanya? Dengan alasan sistem yang mengharuskan, dengan alasan atasan yang lebih tinggi memberikan tekanan, dan sebagainya.
Mohon maaf, saya tidak bermaksud menelanjangi para pejabat yang lupa pada amanahnya. Yang teegelincir dan tersesat karena napsunya.
Saya hanya mencoba membandingkan bagaimana gadis yang menyerahkan diri pada seseorang tadi, bagaimana anak yang masih di jalan, dengan pejabat yang sudah dewasa dan memiliki kesadaran penuh. Apakah mereka sama?
Baiklah! Setiap kita memikul amanah. Karena sejatinya kita adalah pemimpin. Minimal memimpin diri sendiri. Sudah seberapa mampu amanah itu sanggup kita sandang?
Saya kadang mencoba mencermati apa yang terjadi? Berapa kali saya lupa pada amanah yang sesungguhnya harus dipikul? Mungkin juga dengan anda semua. Kita terlalu asyik dan terlalu sibuk. Entah oleh apa! Nyatanya siang tak terasa sudah lewat.
Mungkinkah pejabat yang telah menghianati amanah itu lupa? Seperti halnya kita? Menghakimi orang lain memang sangat mudah. Kalau berani, mari kita coba menghakimi diri sendiri.
Sebagai ayah, berapa amanah yang telah terlupa. Memiliki akan yang wajib dibimbing dan baik dan benar. Punya istri yang harus disayangi dan dicintai sepenuh hati, dalam bimbingan dan pengawasan. Demikian juga terhadap diri sendiri. Menjaga kesehatan dan kebersihan, misalnya.
Sebagai ibu sekaligus istri, mungkin karena terlalu asyik bersosialita, atau bekerja di luar rumah melupakan amanah yang dipikulnya, dan sebagajnya.
Jadi, dengan ilustrasi sederhana tentang perempuan yang menyerahkan dirinya tadi adalah contoh paling sederhana bagaimana berat dan kompleksnya menjalankan amanah.
Oleh karena itu, sebelum menghakimi orang lain atas kesalahannya sekali-sekali mari kita merenung, amanah apa yang telah kita kerjakan. Dan berapa amanah lain yang kita lalai menjaganya?
Sehingga sebelum menghakimi siapa pun, termasuk dianggap mencla menclenya pemerintah dalam pananganan covid-19, tentang kinerja mentri, pejabat daerah dan sebagainya, berpikir sejenak. Kita lebih baik dari merekakah? Atau malah lebih buruk?
Semoga saja gonjang-ganjing di negeri kita segera berakhir, hanya itu doa yang mampu kita ucapkan seraya membuat suasana di sekitar tempat tinggal menjadi tenang.
Bayangkan saja bagaimana negara sebesar amerika bisa kacau gara-gara olah segelintir orang. Pengembalian kondisi kacau begitu pasti sangat menguras tenaga.
Bagaimana pun, aman dan damai lebih baik dari segalahnya.
Sumber gambar: Pixabay.com
Komentar
Posting Komentar
Terima kasih telah berkenan membaca dan meninggalkan pesan