(3) Nita, Janda yang Jadi Maniak Karena Terpengaruh Penciumannya!


Malam ini aku sangat tersiksa. Firman sudah sangat menyebalkan. Tidak ada respon sama sekali. Padahal sudah berkali-kali aku senggol. Sudah nempel juga. Harusnya sudah berasa. Atau jangan-jangan Firman tak tertarik pada wanita. Sebel banget rasanya. 

Dia asyik saja memainkan remote tv. Tak peduli sama sekali dengan yang aku lakukan. Kenapa juga harus ada Rita. Jadi terganggu seluruh suasana. Coba jika dia tidak ikut, pasti aku sudah leluasa menggoda Firman. 

Sekarang apa yang harus aku lakukan. Hidangan makan malam sudah matang. Goreng kentang, goreng udang, goreng pisang, jus alpukat hampir habis disantap. Yang aku kerjakan hanya ngobrol dengan Rita. Firman sama sekali tak mrnghiraukan kami. Firman oh Firman. 

"Nit, esok pagi kita jalan-jalan yuk!" ajak Firman tiba-tiba. 

Remote tv diletakkannya. Berdiri menghadap ke arahku. Seperti menanti jawaban penuh harap. Berdebar dadaku. Jika malam ini gagal, maka esok pagi saat jalan-jalan berdua harus berhasil. 

"Goa Batu Hapu aja yuk!" jawabku spontan. 

Pas banget, dalam goa gelap-gelapan berduaan. Seperti malam. Sangat nikmat rasanya bisa menggandeng tangan Firman. 

"Kami pulang ya. Yuk Rit kita pulang," ajak Firman kepada Rita. 

Rita yang dari tadi asyik dengan gawainya sambil senyum-senyum sendiri berdiri. Sejak selesai masak dan makan, memang Rita hanya asyik dengan gawai di tangannya. Hanya menyahut sesekali percakapan yang kami lontarkan. 

Mereka pulang dan aku kembali seorang diri dalam rumah luas dan sepi. Padahal, hasratku bekas mimpi ketika senja tadi masih terasa. Aku harus bagaimana? Apa sebaiknya aku nonton vedio begituan saja ya? Siapa tahu bisa melepaskan hasrat nantinya ketika sudah mencapai puncaknya. 

Salah Firman, mengapa datang ke rumah membawa teman. Adiknya pula. Coba jika datang sendiri saja. Pasti semua sudah terlaksana dan aku bisa bebas lepas dari sengsara ini. Aku memang perempuan kesepian. 

Mengapa juga dulu aku sangat jahat pada suamiku. Hanya karena mulut dan napasnya bau, aku tidak berselera sama sekali. Tapi itulah kekuranganku. Mau bagaimana lagi. 

Minimal nanti ketika berada berdua bersama Firman dalam goa aku bisa merasakan kehangatannya. Kemesraannya. Di tempat gelap. Kami bisa melaksanakan apa saja. 

Masalahnya aku dan Firman belum jadian. Bagaimana ini? Harusnya jadian dulu. Baru bermesraan seperti itu. Jika tidak ada kepastian hubungan nanti aku malah disangka wanita murahan. Melepaskan hasrat binal kepada semua laki-laki yang aku temui. Bagaimana ini?

Baiklah, malam ini semuanya harus selesai dulu. Aku harus nulis pesan kepada Firman. Malam ini harus jadian. Jadi besok pagi ketika pergi semua sudah sesuai porsinya. Aku tidak dianggap wanita nakal lagi.

- sudah sampai di rumah?

+ iya Nit. Sudah siap-siap tidur ini. Gimana tadi?

- gimana apanya Mas. Eh salah. Aku panggil Mas gpp ya?

+ Gpp. Aku malah senang. Jadi mesra nih

- Mas Firman sih. Tadi kenapa juga bawa Rita ke rumah?

+ bukan aku yang ngajak kok. Dia yang maksa ikut. Kasihan. Baru putus dengan kekasihnya. 

- tapi tadi tidak terlihat sedih gitu kok.

+ emang, dia memang gitu. Sering ganti-ganti pacar. Aku juga heran. Mengapa tidak betah banget pada pacar-pacarnya. 

- kok bisa ya?

+ katanya sih, pacar-pacarnya mulutnya bau rokok semua.

- hi hi hi

+ eit dah malah ketawa

- emangnya jika mulutnya bau rokok kenapa Mas

+ gak tau. Mau mencium kali. 

- wkwkwkwkwk

+ emang kamu mau dicium jika mulut pacarmu bau rokok?

- gimana mau mencium. Pacar aja nggak punya. Coba Mas Firman mau

+ mau apa? Serius nih?

- mau jadi pacarku (akh ... gak seru. Masak cew yang nembak)

+ sebenarnya tadi aku mau nembak kamu. Tapi gak enak ngomongnya. Kan ada Rita. 

- sekarang aja tembak

+ mancing dah. Emang kuat ditembak. Hahahahaa

- coba aja. Kita lomba. Siapa yang kuat tembak-tembakan

+ bener ya?! Jangan salahkan aku jika semua biru-biru

- kok biru-biru sih. Emang diapain sampai biru gitu?

+ terlalu merahkan jadi biru sayaaang

- aduhai ... berdebar dadaku dipanggil sayang. Emang sayang beneran ya?

+ maumu sayang beneran apa sayang pura-pura?

- ya beneran lah Mas. Masak sayang pura-pura sih. Hiks hiks hiks

+ iya sayang beneran kok

- kan belum jadian Mas. Kok sudah sayang aja

+ ya sudah. Jadiannya gimana?

- maunya Mas Firman jadiannya seperti apa?

+ vedio call dong

- ayuk. Panggil

Vedio call pun terjadi. Kesempatanku ini. Mumpung momennya tepat. Aku harus buat Mas Firmanku terpikat. Baju tipis yang aku gunakan tadi belum aku lepas. Sengaja aku rebahan di atas ranjang agar mas Firmanku tergoda. Bentuk tubuh yang paling menggoda aku pertontonkan semua. Walau tidak dengan membuka baju. Aku mampu bergerak pura-pura tidak sengaja. 

Melotot mas Firman tidak bersuara. Hanya terlihat matanya fokus ke arah kamera. Sepertinya semangat kelelakiannya tergoda. Aku makin menggila. Beberapa kali mas Firman berkomentar, namun tidak aku respon. Seolah film bisu saja. Semua gerakan erotis yang bisa, aku pertontonkan dengan sempurna. 

Ampun! Jaringan internetnya putus. Vedio call tiba-tiba hilang. Aku panggil lagi. Tidak bisa. Padahal posisi online di WA mas Firmanku. Aku panggil lagi berkali-kali. Tidak ada jawaban. Hanya berdering. Aku penasaran. Kemudian aku telpon Mas Firman.

"Mas, kenapa dimatikan," langsung dengan tuduhan.

"He he he," jawab mas Firman diujung telepon. 

"Gak suka ya?" tanyaku menggoda. 

"Suka kok. Aku gak kuat," jawabnya singkat. 

"Terus ...?" tanyaku penasaran. 

"Apa aku kembali ke rumahmu lagi ya?" 

"Hemmm ...," sambil aku tutup telepon. 

Hatiku berbunga-bunga. Tidak usah menunggu besok pagi dalam goa. Malam ini semua terjadi sesuai rencana. 

Aku berlari ke belakang. Ke kamar mandi. Aku harus mandi sangat bersih agar mas Firmanku senang melihatku. Apalagi akan dapat merah biru. Harus wangi menggoda. Harus segar juga. 

Malam pun berlalu....

Minggu pagi telah tiba. Perjalanan wisata segera kami mulai. Sesampainya di Goa Batu Hapu aku mendongakkan kepala melihat sebuah batu besar tepat di atasnya. Dengan bersemangat, aku melangkahkan kaki meniti tangga beton menuju mulut goa. 

Mas Firman terperangah begitu tiba di mulut Goa Batu Hapu.

”Wow, indah sekali,” katanya.

Goa Batu Hapu, obyek wisata alam di Desa Batu Hapu, Kecamatan Hatungun, Kabupaten Tapin, Kalimantan Selatan. Kami berangkat dari Martapura, Kabupaten Banjar, dengan mengendarai mobil, menempuh jarak sekitar 65 kilometer. 

”Goanya bagus dan unik. Enggak nyangka kalau ada tempat wisata seperti ini di Kalimantan Selatan,” ujar mas Firman yang baru pertama kali ke Goa Batu Hapu. 

Namun, ia menyayangkan banyak bekas coretan di bibir goa akibat vandalisme para pengunjung. 

Goa Batu Hapu memiliki daya tarik tersendiri karena menyajikan panorama alam yang indah dan udara yang sejuk. 

”Inilah yang membuat aku ingin datang lagi ke tempat ini,” kataku. 

Dalam tahun ini sudah dua kali berkunjung ke Goa Batu Hapu. Goa Batu Hapu merupakan sebuah goa karst yang luas dengan mulut goa yang besar. Ada dua bibir goa yang sudah terhubung dengan tangga beton sehingga memudahkan pengunjung masuk ke goa. 

Di dalam mulut goa, stalagmit (susunan batu kapur berbentuk kerucut yang berdiri tegak di lantai gua) dan stalaktit (batangan kapur yang terdapat pada langit-langit goa dengan ujung meruncing ke bawah) yang terbentuk secara alami sungguh memukau. 

Dari langit-langit goa yang berlubang, cahaya matahari menembus masuk. Sesekali, kelelawar terbang keluar dan masuk mulut goa. Suara kelelawar terdengar semakin berisik saat masuk lebih dalam ke goa dengan melewati jembatan besi. 

Suasana di dalam goa gelap gulita karena tidak ada lampu penerangan meskipun kabel dan sakelar listriknya sudah terpasang lama. 

”Goa ini dibiarkan ’mati suri’ cukup lama. Tahun ini, baru dihidupkan lagi sebagai obyek wisata dan mulai ramai dikunjungi sejak pertengahan tahun,” kataku.

Goa Batu Hapu terbentuk dari kapal seorang anak durhaka bernama Angui. Ia dikutuk oleh Nini Kudampai, ibu kandungnya, seorang janda miskin. 

Penyebabnya, Angui yang sukses pergi merantau dan berhasil mempersunting putri raja Keling enggan mengakui ibunya saat kembali ke kampung. 

Goa Batu Hapu relatif mudah dijangkau. Akses jalan daratnya sudah bagus meski ada dua jembatan beton yang sedang dikerjakan dan satu jembatan masih menggunakan kayu. 

Dari Jalan Trans-Kalimantan di Pasar Kecamatan Binuang, Kabupaten Tapin, jaraknya sekitar 15 kilometer. Saat melewati jalan tersebut, udara terasa sejuk dan segar dengan pemandangan hijau pohon-pohon karet yang berjajar rapi di kanan-kiri jalan. 

Sesekali tercium aroma karet yang menyengat hidung saat melewati jalanan yang menanjak, menurun, dan berkelok-kelok itu. Dari Bandar Udara Syamsudin Noor di Kota Banjarbaru, Goa Batu Hapu berjarak sekitar 80 kilometer atau sekitar 110 kilometer dari Banjarmasin, ibu kota Provinsi Kalsel. 

Untuk menikmati keindahan goa karst tersebut, setiap pengunjung dewasa ataupun anak-anak cukup membayar retribusi Rp 2.500 per orang, termasuk saat hari libur. 

Goa Batu Hapu belum dikembangkan secara optimal sebagai destinasi wisata. Akibatnya, kunjungan wisatawan ke obyek wisata alam ini masih minim. 

Kata petugas di sana, pada hari-hari biasa, wisatawan yang datang berkisar 20-30 orang. Kalau akhir pekan dan hari libur bisa juga mencapai 100 orang. Masih banyak sarana dan prasarana yang harus dilengkapi untuk menarik wisatawan datang berkunjung. 

Misalnya, pemasangan lampu penerangan di dalam goa, pembenahan taman di depan mulut goa yang dilengkapi dengan sarana outbound (kegiatan di alam terbuka), termasuk flying fox. 

Ada juga pengunjung yang mengusulkan supaya ada poster yang mendeskripsikan tentang Goa Batu Hapu, peta yang memuat rute untuk menikmati panorama goa, dan berbagai usulan lainnya. 

Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Tapin Rajudin Noor pernah mengatakan, Goa Batu Hapu merupakan salah satu obyek wisata alam unggulan di Tapin, bahkan di Kalsel. 

Namun, obyek wisata ini belum digarap secara optimal. Pengelolaannya pun dipercayakan kepada satu kelompok masyarakat sadar wisata di Desa Batu Hapu. 

Panjang ceritaku pada mas Firman. Sementara dia manggut-manggut sambil memeluk bahuku. Hari ini aku sangat bahagia. Mas Firman ada di sampingku.

Saking asyiknya kami menikmati indahnya wisata Goa Batu Hapu lupa mesra-mesra. Nasib-nasib. 

Aku tidak akan khawatir lagi. Mas Firman kini sudah menjadi kekasihku.

Tetap saja aku penasaran. Bahkan hingga pulang pun mas Firman tak melakukan apa-apa. Hanya memegang pundakku. Harusnya sejak dalam goa tadi pas gelap-gelapan mas Firman bisa saja jika ingin menciumku. Sudah sering banget aku coba dekatkan wajahku berbisik di telinganya. Mengapa geloraku tidak terasa di hatinya. Apakah mas Firman begitu dingin terhadap wanita. Aku tetap tidak percaya. 

Sekarang aku sudah sampai di rumah. Sangat capek. Capek badan capek pikiran. Capek menahan hasrat. Sejak tadi malam hasrat kewanitaanku belum tersalurkan. Mas Firman satu-satunya harapan. Telah berkali-kali aku coba dan selalu batal. 

Seharusnya bisa saja ketika di dalam goa yang gelap itu mas Firman mendekapku. Padahal berkali-kali kami menyisih dari kerumunan pengunjung goa lainnya. Sudah juga aku berikan sinyal. Baik dengan sengaja aku dempetkan dadaku ke pundaknya. Ke sikunya. Ke bahunya. Tetap saja mas Firman seperti tidak merasa. 

Harusnya tidak mungkin jika tidak terasa. Bra yang aku kenakan sengaja paling tipis. Hanya berbentuk kaos. Baju juga bukan baju yang tebal. Hanya kaos saja. Jaket sengaja aku lepas walau terasa dingin. Mas Firman keterlaluan. Aku dibiarkan kesepian.

Mustahil jika aku yang memulai menciumnya. Tidak mungkin ada wanita begitu, walaupun sangat agresif. Tapi biarlah. Adegan mesra yang aku harapkan belum terlaksana. Masih ada waktu dan tempat lainnya. 

Ada sedikit bahagia. Mas Firman sekarang telah resmi jadi kekasihku. Akan kuberikan sayang dan perhatian hanya padanya. Aku sangat nyaman berada di dekatnya. Apalagi jika mas Firman berkeringat. Aroma keringat mas Firman khas sekali. Membuatku begitu berselera. Sepertinya berbeda dengan laki-laki lainnya. 

Aduhae, beginikah namanya cinta. Padahal baru saja terpisah. Belum genap setengah hari terpisah. Setelah hampir seharian bersama. Masih rindu ingin berjumpa. Masih kangen ingin bersama. 

Sekarang sudah senja. Sebaiknya aku mandi agar terasa segar. Oh iya, sebelum mandi aku harus nulis pesan dulu pada mas Firmanku. Semoga rinduku terobati setelah berbalas pesan dengannya.

- mas Firmanku. Sudah mandi ya?

+ belum. Baru saja selesai menyiram tanaman tadi. Pas pulang, baru aku ingat. Banyak tanaman yang sudah lama tak aku siram. 

- emang tanaman apa Mas?

+ segala macam ada. Bunga banyak. Anggrek juga ada. Nanti aku ajak kamu ke sini ya.

Astaga!! Mas Firman suka menanam dan merawat bunga? Apakah mas Firman banci? Ampun. Jangan-jangam benar. Dia tidak suka wanita. Malah suka sesama jenisnya. Ikh ... ngeri. Tapi lihat dari gaya berjalannya. Gaya bicaranya. Bentuk tubuhnya. Mas Firman sangat macho. Mana mungkin akan banci. 

Jika tidak banci harusnya sudah merspon gelagatku ketika aku ajak malam mingguan. Harusnya datang sendirian. Dan dengan bebas bisa bermesraan. Naluri laki-laki harusnya begitu. Sebodoh apa pun lelaki biasanya tau, kalau malam minggu malam yang pantas buat pacaran. Memadu kasih dengan yang disayang. 

Demikian juga ketika siang tadi di dalam goa. Mas Firman oh. Membuatku penasaran tak habis-habisnya. 

+ sudah mandi ya? Lelet ya? Pesanku gak segera dikajab

Lamunanku buyar. Suara notifikasi pesan dari mas Firman berdering. 

- belum Mas. Masih membayangkan serunya dalam goa tadi. Mas Firman senang ya?

+ pasti senanglah. Kan berdua denganmu. Bergandengan tangan. Bisa memeluk pundakmu. Aku bahagia banget hari ini. Berjalan dengan wanita sangat cantik. 

- ah gombal 

+ benar. Kamu menang sangat cantik. Aku perhatikan tadi banyak yang melirik kita lho tadi. Mereka sepertinya iri melihat pasangan seprti kita. Sangat serasi.

- aku mandi dulu ya Mas. Muach2

Ikh ...mas Firman begitu amat. Persis wanita. Yang diperhatkan malah tatapan orang. Harusnya cuek saja. Aku sudah pasrah tak terkira. Malah asyik memperhatikan dan bangga banyak yang melirik dan memperhatikan. Heran aku. Mas Firman itu lelaki atau wanita sih. Gemes aku.

- mas Firman mau lihat aku mandi?

Nekad sudah. Kucoba kelelakiannya. Jika mas Firman tidak merespon atau tidak mau juga melihat molek dan mulus tubuhku berarti memang benar. Mas Firman banci. Aku harus akhiri percintaan ini. Buat apa juga, jika dia tidak tertarik pada tubuhku. Sama saja punya kekasih batang pisang. Dingin seperti es batu.

Aku tunggu pesan balasan mas Firman. Seluruh pakaian yang melekat di badan sudah aku lepaskan. Siap-siap menunggu panggilan vedio call dari mas Firman.

Bersambung ke Episode 4

Sumber gambar: Pixabay.com

Komentar