Pernahkah Kita Berterima Kasih pada Orang lain?

Sekelumit tentang terima kasih yang sering terlupakan.

Terima kasih yang kadang lupa kita ucapkan, apalagi jika orang tersebut begitu dekat dengan kita. Teman akrab, sahabat, kadang juga orangtua atau orang berjasa lainnya lupa ucapan terima kasih terucap manakala merea telah berbuat baik pada kita.

Pada suatu ketika terjadi percapakan antara orang tua dan guru privat. Guru tersebut dikontrak untuk mengajari anaknya matematika. Selama tiga bulan pertama ia tidak mengajari apa-apa selain penjumlahan bilangan 1 hingga 10. 

Mengetahui anaknya tidak diajari yang lain selain penjumlahan itu, sang Ayah mendatanginya dan berkata, "Aku selalu membayar gajimu tetap waktu. 

Jumlahnya juga sudah sesuai dengan kesepakatan kita. Jika terasa kurang, sampaikan kepadaku maka aku akan menambahkan sesuai keinginanmu."

Sang Guru pun menjawab, "Kekurangan bukan dari Anda. Tetapi anak anda sampai saat ini tidak bisa memahami lebih dari yang aku ajarkan itu."

Sang Guru pun kemudian memanggil anak itu, kemudian berkata, "Cobalah jumlahkan ini dan ini." Kemudian anak itu mengerjakan penjumlahan terebut dan hasilnya salah semua. 

Sang Guru kemudian berkata pada Ayahnya, "Lihatlah! Anak anda belum bisa melewati tahapan ini, bagaimana bisa aku memberikan pelajaran lainnya?"

Sang ayah pun diam dan mengucapkan, "Terima kasih."

Padahal ucapan terima kasih diberikan setelah anaknya bisa menerima pelajaran yang diberikan guru. Tidak ada kepuasan atas hasil pembelajaran. Ucapan terimakasih pun akan tak bermakna apa-apa.

Seperti ketika kita datang ke sebuah rumah kemudian diberi sajian makanan. Setelah makanan tersebut disantap dan kenyang. Pada saat pulang kita akan mengucapkan terima kasih atas makanan yang telah disajikan. 

Sementara anak yang diberikan pelajaran tadi tak satu pun yang mampu dipahaminya, apalagi diterapkannya. 

Seperti seorang narapidana yang dalam putusan pengadilan dinyatakan bahwa yang bersangkutan harus menjalani hukum tembak. Eksekusi dilaksanakan tangan sekian jam sekian. 

Penolakan dalam bentuk apa pun tak akan mungkin dilakukan. Yang ada hanya ucapan, baik dalam hati maupun lisan. Terima saja! Dan bukan "Terima kasih."

Master Fahrur, penggagas Matematika Dahsyat Indonesia. Beliau mengatakan, yang namanya "terima kasih" itu bukan sekedar ucapan. Itu adalah amalan. Untuk dilakoni, bukan cuma diucapkan. "Terima Kasih" itu artinya kalau kita menerima rezeki, maka kasihlah dari sebagian rezekimu untuk orang lain. 

Seperti halnya ketika datang seseorang menawarkan sesuatu untuk kita beli. Dengan senyum kita mengucapkan, "Terima kasih." Dengan maksud penolakan "Terima kasih " terucap. 
Contoh sederhana, dalam setiap komentar yang sering kita baca dan juga kita sampaikan sebuah uacapan "Terima kasih" atas penghargaan dan karunia karena rekan, sahabat, atau kenalan kita meluangkan waktu, tenaga, dan tentu saja kuota untuk membaca dan memberikan komentar di artikel kita. Sebuah bentuk syukur atas apa yang telah kita terima. 

Demikian juga pada sebuh kejadian, pada saat berjalan di trotoar kemudian terjadi sebuah kecelakaan, misalnya. Kendaraan terpental tepat di depan kita. Beruntung tak mengenai dan mencederai kita. 

Dalam hati, sebuah perasaan sangat lega, sebuah karunia keselamatan dari kecelakaan tersebut. Kepada siapa uacapan terima kasih kita alamatkan?

Dalam contoh bertamu dan disuguhi makanan lezat tadi kita jelas menyampaikan ucapan "terima kasih" pada tuan rumah. 

Terima kasih akan tersampaikan pada kesempatan apa saja, momen tertentu, orang-orang yang telah berjasa dalam kehidupan kita. Dan menjadi kebiasaan tanpa harus berfikir lama. Terucap spontan!

Kembali pada contoh pertama artikel ini. Sang ayah berterima kasih pasa Sang Guru padahal anaknya belum mampu menerima pelajaran sedikit pun atas pembelajaran yang berlangsung. Bagaimana bisa?

Tentu saja kita tidak bisa mengambil kesimpulan antara ucapan terima kasih yang disampaikan kepada penjaja barang dagangan tadi dan terima kasih setelah menerima sajian makanan. 

Dengan demikian ternyata "terima kasih" bahasa halus penolakan dan "terima kasih" atas karunia menjadi berbeda. Padahal nada pengucapannya sama, pun kalimatnya sama. 

Terlepas dari keduanya itu, sebegai penerima ucapan "terima kasih" rasanya seperti apa? Senang atau sedih?

Tentu saja ketika harapan dan keinginan kita tercapai, ucapan terima kasih yang disampaikan akan melegakan dan menyenangkan. Namun, ketika terima kasih bermakna penolakan, pasti membuat kita sedih. 

Demikianlah sekelumit tentang "terima kasih" yang sering kita ucapkan dalam membalas perilaku. Terlepas dari menolak atau menerima anugerah dari orang lain. 

Sumber gambar: Pixabay.com

Komentar

Posting Komentar

Terima kasih telah berkenan membaca dan meninggalkan pesan